Dari: ahainunnaim@yahoo.com
Kepada: dikmenjur@yahoogroups.com
Email Keluar: Kam, 05 Mei 2011 08:45 ICT
Judul: [Maju,Cerdas&Kompetitif] 2 JENIS GURU RHENALD KASALI
Di Hari Pendidikan lalu, saya bertemu dua jenis guru. Guru pertama
adalah guru kognitif, sedangkan guru kedua adalah guru kreatif. Guru
kognitif sangat berpengetahuan.Mereka hafal segala macam rumus, banyak
bicara, banyak memberi nasihat, sayangnya sedikit sekali mendengarkan.
Sebaliknya, guru kreatif
lebihbanyaktersenyum,namun tangan dan badannya bergerak aktif. Setiap
kali diajak bicara dia mulai dengan mendengarkan, dan saat menjelaskan
sesuatu, dia selalu mencari alat peraga.Entah itu tutup pulpen, botol
plastik air mineral,kertas lipat,lidi,atau apa saja. Lantaran jumlahnya
hanya sedikit, guru kreatif jarang diberi kesempatan berbicara. Dia
tenggelam di antara puluhan guru kognitif yang bicaranya selalu melebar
ke mana-mana. Mungkin karena guru kognitif tahu banyak, sedangkan guru
kreatif berbuatnya lebih banyak.
Guru Kognitif
Guru
kognitif hanya mengajar dengan mulutnya.Dia berbicara panjang lebar di
depan siswa dengan menggunakan alat tulis. Guru-guru ini biasanya sangat
bangga dengan murid-murid yang mendapat nilai tinggi. Guru ini juga
bangga kepada siswanya yang disiplin belajar, rambutnya dipotong rapi,
bajunya dimasukkan ke dalam celana atau rok, dan hafal semua yang dia
ajarkan. Bagi guru-guru kognitif, pusat pembelajaran ada di kepala
manusia, yaitu brain memory.Asumsinya, semakin banyak yang diketahui
seseorang, semakin pintarlah orang itu.
Dan semakin pintar akan
membuat seseorang memiliki masa depan yang lebih baik. Guru kognitif
adalah guruguru yang sangat berdisiplin. Mereka sangat memegang aturan,
atau meminjam istilah para birokrat (PNS),sangat patuh pada
"tupoksi".Saya sering menyebut mereka sebagai guru kurikulum. Kalau di
silabus tertulis buku yang diajarkan adalah buku "x" dan babbab yang
diberikan adalah bab satu sampai dua belas,mereka akan mengejarnya
persis seperti itu sampai tuntas.
Karena ujian masuk perguruan
tinggi adalah ujian rumus, guru-guru kognitif ini adalah kebanggaan bagi
anakanak yang lolos masuk di kampus-kampus favorit.Kalau sekarang,
mereka adalah kebanggaan bagi siswa-siswa peserta UN. Sayangnya,
sekarang banyak ditemukan anak-anak yang cerdas secara kognitif sulit
menemukan "pintu" bagi masa depannya.Anak-anak ini tidak terlatih
menembus barikade masa depan yang penuh rintangan, lebih dinamis
ketimbang di masa lalu, kaya dengan persaingan, dan tahan banting.
Saya
sering menyebut anakanak produk guru kognitif ini ibarat kereta api
Jabodetabek yang hanya berjalan lebih cepat daripada kendaraan lain
karena jalannya diproteksi,bebas rintangan. Beda benar dengan kereta
supercepat Shinkanzen yang memang cepat. Yang satu hanya menaruh
lokomotif di kepalanya,sedangkan yang satunya lagi, selain di kepala,
lokomotif ada di atas seluruh roda besi dan relnya.
Guru Kreatif
Ini
guru yang sering kali dianggap aneh di belantara guru-guru
kognitif.Sudah jumlahnya sedikit, mereka sering kali kurang peduli
dengan tupoksi dan silabus. Mereka biasanya juga sangat toleran terhadap
perbedaan dan cara berpakaian siswa. Tetapi, mereka sebenarnya guru
yang bisa mempersiapkan masa depan anak-anak didiknya.Mereka bukan sibuk
mengisi kepala anak-anaknya dengan rumus-rumus, melainkan membongkar
anak-anak didik itu dari segala belenggu yang mengikat mereka.
Belenggu-
belenggu itu bisa jadi ditanam oleh para guru, orang tua, dan tradisi
seperti tampak jelas dalam membuat gambar (pemandangan, gunung dua buah,
matahari di antara keduanya, awan, sawah, dan seterusnya). Atau
belenggu-belenggu lain yang justru mengantarkan anak-anak pada
perilaku-perilaku selfish, ego-centrism,merasa paling benar,sulit
bergaul, mudah panik, mudah tersinggung, kurang berbagi, dan seterusnya.
Guru-guru ini mengajarkan life skills, bukan sekadar soft
skills, apalagi hard skill. Berbeda dengan guru kognitif yang tak punya
waktu berbicara tentang kehidupan, mereka justru bercerita tentang
kehidupan (context) yang didiami anak didik. Namun, lebih dari itu,
mereka aktif menggunakan segala macam alat peraga. Bagi mereka, memori
tak hanya ada di kepala, tapi juga ada di seluruh tubuh manusia.
Memori
manusia yang kedua ini dalam biologi dikenal sebagai myelin dan para
neuroscientistmodern menemukan myelin adalah lokomotif penggerak (muscle
memory). Di dalam ilmu manajemen, myelin adalah faktor pembentuk harta
tak kelihatan (intangibles) yang sangat vital seperti gestures, bahasa
tubuh, kepercayaan, empati, keterampilan,disiplin diri,dan seterusnya.
Saat
bertemu guru-guru kognitif, saya sempat bertanya apakah mereka
menggunakan alat-alat peraga yang disediakan di sekolah? Saya terkejut,
hampir semua dari mereka bilang tidak perlu, semua sudah jelas ada di
buku. Beberapa di antara mereka bahkan tidak tahu bahwa sekolah sudah
menyediakan mikroskop dan alatalat bantu lainnya. Sebaliknya,guru-guru
kreatif mengatakan: "Kalau tidak ada alat peraga,kita akan buat sendiri
dari limbah.
Kalau perlu, kita ajak siswa turun ke lapangan
mengunjungi lapangan. Kalau tak bisa mendatangkan Bapak ke dalam kelas,
kita ajak siswa ke rumah Bapak,"ujarnya. Saya tertegun. Seperti itulah
guru-guru yang sering saya temui di negara-negara maju. Di negara-negara
maju lebih banyak guru kreatif daripada guru kognitif. Mereka tak bisa
mencetak juara Olimpiade Matematika atau Fisika,tetapi mereka mampu
membuat generasi muda menjadi inovator, entrepreneur, dan CEO besar.
Mereka
kreatif dan membukakan jalan menuju masa depan. Saat membuat disertasi
di University of Illinois, para guru besar saya bukan memaksa saya
membuat tesis apa yang mereka inginkan, melainkan mereka menggali
dalam-dalam minat dan objektif masa depan saya. Sewaktu saya bertanya,
mereka menjawab begini: "Anda tidak memaksakan badan Anda pada baju
kami, kami hanya membantu setiap orang untuk membuat bajunya sendiri
yang sesuai dengan kebutuhannya." Selamat merayakan Hari Pendidikan dan
jadilah guru yang mengantarkan kaum muda ke jendela masa depan mereka.
RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI
0 comments:
Tulis komentar Anda di sini ... !